Situs Talun berada di kawasan Subang bagian
selatan. Pada masa Kerajaan Sunda kawasan ini menjadi jalur lalu lintas antara
Pakwan Pajajaran dengan bagian timur Kerajaan Sunda. Pemukiman yang ada di
kawasan ini diperkirakan merupakan pemukiman setingkat desa (wanua) atau
distrik (watak). Struktur bata yang ditemukan di situs Talun menunjukkan adanya
klaster pemukiman. Struktur bata tersebut merupakan sisa bagian lantai dan
fondasi bangunan. Berdasarkan adanya temuan keramik asing menunjukkan bahwa
struktur bata di situs tersebut berasal dari masa Kerajaan Sunda. Fungsi
struktur bata belum diketahui.
Situs Talun secara administratif termasuk di
wilayah Desa Telaga Sari, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Provinsi
Jawa Barat. Keberadaan situs Talun pertama kali dilaporkan pada sekitar bulan
November 1993, pada waktu tim penelitian Balai Arkeologi Bandung yang diketuai
Dadan Mulyana sedang mengadakan penelitian di situs Pasir Cabe, Kecamatan
Cibogo, Subang. Pada kesempatan itu, tim kemudian mengadakan peninjauan ke
situs Talun. Pengamatan sepintas mendapatkan gambaran bahwa situs Talun
merupakan lahan tanah datar pada puncak bukit kecil. Kondisi pada waktu itu
berupa lahan kering yang ditumbuhi rumput. Sehari-hari lahan itu dimanfaatkan
untuk menggembalakan ternak. Sekeliling bukit berupa cekungan dan kolam untuk
memelihara ikan .
Fakta arkeologis yang teramati berupa sebaran
fragmen bata kuna. Pada waktu itu sangat sulit untuk mengetahui strukturnya
karena bata yang ditemukan dalam keadaan berserakan. Bata utuh yang ditemukan
berukuran panjang 31 cm, lebar 22 cm, dan tebal 8 cm. Aktifitas masyarakat
mengakibatkan tersingkapnya struktur bata membujur arah utara – selatan.
Berdasarkan data awal tersebut telah dilakukan ekskavasi yang berhasil menampakkan
adanya struktur bata yang lebih jelas.
Tinggalan arkeologis berupa struktur bata berkaitan
dengan budaya masa klasik atau masa Islam. Kawasan Subang pada masa klasik
tidak pernah disebut-sebut dalam sumber sejarah. Meskipun demikian, beberapa
fakta arkeologis pernah juga ditemukan di Subang. N.J. Krom dalam Rapporten van
de Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie 1914 mencatat adanya tinggalan
dari daerah Sagalaherang antara lain berupa mangkuk, piring, pinggan, dan baki
perunggu yang ditemukan di Cijengkol.
Di Desa Batu Kapur pernah juga ditemukan benda
arkeologis berupa arca Maitreya dari perak. Di Sindangsari pernah ditemukan
senjata upacara dari perunggu (Krom, 1915: 36 – 37). Di Museum Sri Baduga
Bandung terdapat koleksi arca nandi berasal dari Dusun Selaawi, Desa Cipancar,
Kecamatan Sagalaherang. Sedangkan dalam kaitannya dengan kebudayaan masa Islam,
sekitar situs Talun terdapat perkebunan teh yang telah diusahakan sejak zaman
kolonial. Berdasarkan beberapa gejala awal tersebut terdapat permasalahan
menyangkut situs Talun yaitu merupakan bangunan apa dan dari masa kapan
sisa-sisa struktur bata tersebut.

Menurut folklore lisan masyarakat lokasi tersebut
merupakan bekas alun-alun suatu kerajaan. Menurut Cerita seorang leluhur
masyarakat Dusun Talun bermimpi mendapat petunjuk bahwa di lokasi yang ditandai
dengan bambu kuning yang di dekatnya ada bekas tapak kaki kerbau terpendam
bokor emas. Berdasarkan petunjuk ini kemudian lokasi yang dimaksud digali,
ternyata hanya ada susunan bata besar. Beberapa kali masyarakat mengambil
bata-bata tersebut hingga ada yang dipakai untuk teras rumah dan benteng
(talud).

Sedangkan Di sebelah utara dusun berjarak sekitar 2
km terdapat kolam alami (telaga) yang luasnya sekitar 1 ha. Keberadaan kolam
ini dijadikan acuan nama desa yaitu Desa Talaga Sari. Sekeliling kolam masih
banyak ditumbuhi pohon-pohonan. Di pinggir kolam tersebut terdapat makam yang
dikeramatkan. Masyarakat setempat percaya bahwa tokoh yang dimakamkan adalah
Embah Sanghyang Teteg. Di sebelah timur laut situs atau di sebelah timur
kampung terdapat bukit kecil yang dinamakan Gunung Geulis. Di puncak gunung
tersebut juga terdapat makam keramat. Tokoh yang dimakamkan dipercaya bernama
Ratna Inten Sari.
Eteh Kawasan situs Talun mempunyai
potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Potensi yang dimiliki
meliputi sektor tinggalan budaya dan keadaan alam. Peluang pengembangan wisata
dapat dilakukan secara terpadu antara wisata budaya dan wisata hiburan. Dalam
pengembangannya perlu skenario dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman.
Kampung Talun di mana terdapat
situs Talun berada agak jauh dari jalan utama. Lokasi ini dapat ditempuh dari
kota Subang melalui jalan raya arah Bandung, hingga Jalancagak. Dari sini
kemudian melalui jalan alternatif menuju Wanayasa dengan melewati Sagalaherang.
Pada perkebunan teh di sebelah barat Sagalaherang, selanjutnya ke arah utara
dengan melewati jalan desa yang sudah beraspal hingga Kampung Talun.
Situs Talun pertama kali mendapat perhatian dunia
arkeologi pada sekitar bulan November 1993. Penelitian secara sistematis baru
dilaksanakan pada tahun 2006 oleh Balai Arkeologi Bandung dan pada tahun 2007
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang.
Rangkaian penelitian ini
merupakan suatu perhatian terhadap aktivitas kelompok masyarakat yang menaruh
perhatian pada peninggalan purbakala dan melakukan penggalian di situs tersebut.
Penggalian itu telah menampakkan struktur bata membujur
arah utara-selatan terdiri dua lajur sepanjang 6,80 m. Ujung utara dan selatan
merupakan bagian sudut yang bersambung dengan struktur melintang arah
timur-barat. Struktur melintang di bagian utara dan selatan masing-masing juga
terdiri dua lajur. Pada struktur bagian utara terlihat terdiri lima lapis bata,
sedang bagian selatan belum seluruhnya terlihat.
Penelitian yang dilakukan
Balar Bandung dalam bentuk ekskavasi dengan mengacu pada struktur bata yang
telah tersingkap. Ekskavasi dilakukan di sebelah timur struktur bata, hingga
mencapai kedalaman sekitar 1,5 m. Hasil ekskavasi telah menampakkan sisa
struktur bata pada kedalaman 1,30 m terdiri dua unit. Unit pertama berada di
sisi barat merupakan fondasi (batur) bangunan berdenah bujur sangkar dengan
ukuran 7 x 7 m dengan struktur lantainya. Unit kedua ditemukan di sebelah timur
unit pertama berupa struktur bata rolak yang belum ditampakkan secara
keseluruhan. Struktur
lantai yang terlihat jelas terdiri tiga lapis. Lapisan paling atas, bata
disusunan memanjang barat-timur, lapisan di bawahnya disusun memanjang
utara-selatan, dan lapisan bata paling bawah disusun memanjang barat-timur.
Teknik penyusunan bata tidak terlihat menggunakan lapisan perekat. Jarak antar
bata (nat) sangat sempit. Perekat antar bata diperkirakan berupa tanah
liat halus. Permukaan bata dibuat secara halus sehingga memungkinkan penyusunan
secara sempurna. Struktur bata dalam posisi tegak (rolak) juga disusun
dengan jarak sangat sempit. Lapisan perekat antar bata tidak terlihat secara
tegas.
Situs Talun merupakan
objek arkeologi yang sangat langka yang ditemukan di Subang selatan. Kawasan
Subang selatan selama ini banyak mempunyai objek wisata khususnya wisata alam
dan wisata agro. Situs Talun mungkin dapat dikembangkan sebagai objek wisata
khususnya wisata budaya. Kekuatan (strength) yang disandang situs Talun
diantaranya adalah objek tinggalan berupa struktur bata yang ada hubungannya
dengan sejarah Kerajaan Taruma atau Kerajaan Sunda. Informasi tentang masa
lampau ini ditunjang pula dengan beberapa tinggalan yang pernah ditemukan di
wilayah itu, dengan demikian situs Talun akan dapat memberikan banyak informasi
tentang masa lampau Jawa Barat khususnya Subang. Selain itu posisi situs yang
berada di pinggir jalan juga merupakan faktor positif bagi situs Talun. (Sumb: Disbudparpora Subang)