Siti Nurfadilah, bayi berusia 9 bulan itu tampak digendong ibunya.
Nafasnya terdengar sedikit sesak sementara bola matanya sayu dan
sesekali terpejam lemah. Putri pertama pasangan Ani Trisnawati (20) dan
Aep Saepul Bahri (23) itu diketahui memiliki berat badan hanya 4
kilogram saja.
“Berat waktu lahir terus terang saya tidak tahu. Soalnya lahirnya di rumah dibantu paraji (dukun beranak, red),” ujar Ani.
saat ditemui di rumahnya yang berlokasi di RT 14/RW09 Kampung Leuwi Bolang, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani.
Keberadaan Siti Nurfadilah diketahui ketika sang Ibu mendaftar
sebagai peserta pada kegiatan bakti sosial pengobatan gratis yang
diselenggarakan Sat Polair Polres Purwakarta bekerjasama dengan Rumah
Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Asri Purwakarta, beberapa waktu lalu.
Saat diperiksa dokter, Siti langsung dirujuk untuk segera dibawa ke
rumah sakit saat itu juga oleh tim medis. Sayangnya Ani menolak meski
sudah dibujuk tim medis dan personel Polair.
Usai pengobatan gratis, tim medis dikawal personel Polair langsung
mendatangi kediaman Ani dengan maksud untuk dibujuk kembali agar Ani
beserta bayinya mau ikut ke rumah sakit. Lagi-lagi Ani menolak.
Ani
malah meminta obat tidur untuk Siti karena akhir-akhir ini anaknya itu
susah tidur. Permintaan tersebut jelas ditolak tim medis, seraya
menjelaskan bahaya memberi obat tidur kepada bayi.
Ani mengaku sudah lama dirinya mengetahui bila anaknya divonis gizi
buruk. “Saat Siti masih dikandungan, saya pernah USG, kata dokter ada
kelainan. Proses melahirkan juga saya lakukan di rumah, dan waktu itu
nggak langsung ditimbang, jadi saya nggak tahu berat badan Siti waktu
lahir,” kata Ani polos.
Beberapa waktu lalu, kata Ani, dirinya pernah membawa anaknya ke
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Di sana Siti melakukan tes
darah dan rontgen. “Kata dokter di sana dikatakan anak saya mengalami
gizi buruk.
Selain itu lubang tenggorokannya kecil jadi gampang sesak nafas. Selain itu otaknya tidak berkembang,” kata Ani.
Ani juga mengatakan bila dirinya diharuskan dokter di RSHS untuk rutin membawa anaknya seminggu sekali. “Biaya dan waktunya pak. Saya sama suami nggak sanggup,” kata Ani yang tampak pasrah dengan kondisi anaknya tersebut. (pe)