Bewara GSP - Tutunggulan merupakan salah
satu seni tradisi yang berkembang di masyarakat daerah agraris, sehingga banyak
ditemui di berbagai daerah Jawa Barat. Walaupun kini sudah termasuk jarang
dimainkan, tetapi keberadaannya di beberapa daerah masih terpelihara dan bisa
bertahan dari gempuran zaman, seperti Kabupaten Cianjur, Sumedang dan Subang.
seni
buhun Tutunggulan ini awalnya berkembang dari kebiasaan masyarakat yang
dilakukan turun temurun nenek moyang. Konon juga kata tutunggulan diambil dari
nutu/numbuk yaitu aktivitas masyarakat tempo dulu. Seusai panen, masyarakat
ketika itu mengolah gabah kering menjadi beras dengan cara ditumbuk. Gabah
kering disimpan di lisung, lalu ditumbuk terus menerus menggunakan halu, hingga
akhirnya menjadi beras atau dari beras menjadi tepung.
Biasanya
aktifitas itu dilakukan kaum hawa di pedesaan antara empat sampai enam orang,
mereka bersama-sama menumbuk padi. Saat aktifitas menumbuk padi itu benturan
halu saling berganti mengenai bagian lisung menghasilkan suara khas. Walaupun
kurang teratur, tetapi membentuk harmonisasi.
Selama
menumbuk, terkadang suara-suara itu menjadi "mainan" dan hiburan para
ibu-ibu, sambil bersenda gurau satu sama lain menghilangkan lelah. Lama
kelamaan bunyi-bunyi yang dihasilkan saat menumbuk padi ini berkembang
divariasikan hingga menumbuk gabah menjadi beras selesai. Dari kebiasaan
itulah, pada perkembangannya akhirnya muncul seni tutunggulan yang menjadi
salah satu kesenian buhun masyarakat Sunda.
Memainkan
tutunggulan hampir mirip dengan kegiatan menumbuk padi. Alat dan sarana yang
digunakannya juga sama, yaitu halu dan lisung, tetapi pelaksanaannya saja yang
berbeda. Saat dimainkan, tidak sambil menumbuk padi, tetapi menggunakan halu
dan lisung saja. Selain itu, cara dan tempo menumbuknya juga diatur, sehingga
irama menjadi lebih terjaga. Dengan beberapa variasi pukulan bisa menghasilkan
irama sesuai keinginan yang memainkan, beberapa lagu tutunggulan pun lahir.
Konon, lagu-lagu tutunggulan yang berkembang di masyarakat waktu itu di
antaranya "oray belang", dan "caang bulan".
Selain
itu, tutunggulan juga sempat digunakan sebagai alat memanggil warga supaya
hadir pada acara pertemuan. Kemudian dimainkan pula ketika terjadi samagaha/
gerhana. Belakangan, dipakai pula menyambut tamu pada acara tertentu, seperti
upacara peresmian atau pembukaan kegiatan.
Di
Kabupaten Subang, bila ingin menyaksikan Ibu-ibu bermain tutunggulan, bisa
datang ke Kampung Bolang Desa Cibuluh Kecamatan Tanjungsiang. Di saung budaya
Kampung bolang, tutunggulan dimainkan saat menyambut kedatangan tamu.