Bewara GSP - Pemberian nilai ganti rugi lahan yang
akan digunakan untuk proyek Pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban
(proyek stategis nasional), mulai menuai protes dari para pemilik lahan yang
tergabung dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTBJ). Spanduk bernada protes dari
ratusan pemilik lahan yang bertuliskan "Pak Presiden Tolong Jangan
Sengsarakan Kami Dengan Pembebasan Lahan Yang Murah" mulai dipasang oleh
warga pemilik lahan kawasan pantai patimban atau lokasi tempat dimana akan
dibangunnya pelabuhan Internasional Patimban
Spanduk tersebut sebagai bentuk
protes dan perlawanan warga yang menolak lahannya dibayar murah. Selain
memasang spanduk bernada protes, ratusan pemilik lahan yang tergabung
dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya(PTBJ) berencana melakukan aksi damai ke kantor
Kec.Pusakanagara, Kantor BPN dan Gedung DPRD Subang guna menolak ganti rugi
tanah yang murah dan tak layak. Arim Suhaerim selaku ketua Paguyuban Tani Berkah
Jaya (PTBJ) mengungkapkan, Kami ratusan pemilik tanah yang tergabung
dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya(PTBJ) berencana menggelar aksi protes atas
nilai ganti rugi lahan dari pemerintah yang sangat murah dan tak layak . Adapun
tujuan aksi unjuk rasa tersebut untuk menuntut agar diadakannya musyawarah
harga dan bentuk kerugian
Meminta besaran nilai pembebasan
dapat mensejahterakan warga terdampak atau paling tidak sesuai nilai terendah
dari hasil kajian Tim PSP3 IPB Bogor . Hentikan cara-cara yang menyimpang
dari SOP dan segala bentuk intimidasi. Arim Suhaerim menegaskan, terkait
pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban yang termasuk kedalam proyek
starategis nasional tersebut, para pemilik lahan yang tergabung dalam Paguyuban
Tani Berkah Jaya (PTBJ) sangat mendukung pembangunan proyek startegis nasional
tersebut. Namun Arim Suhaerim selaku ketua Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTBJ)
meminta kepada pemerintah dalam hal ini BPN hendaknya memberikan nilai harga
yang adil dan layak serta menempuh cara pembebasan yang transparan dan
bermartabat sesui SOP (standard operating procedure)
Arim Suhaerim menilai, harga tanah
terlalu dipaksakan oleh pemerintah tanpa memberi peluang untuk musyawarah harga
dan musyawarah bentuk kerugian, padahal, hal tersebut sudah diatur oleh
perundangan-undangan. Selain itu, Arim juga menilai besaran ganti rugi
pembebasan lahan yang jauh dari kelayakan dan keadilan sehingga tidak bisa
mensejahterakan para pemilik lahan yang akan kehilangan mata pencaharian.
(anrj)