Bewara GSP - Kopi Canggah, merupakan kopi yang dihasilkan oleh Desa
Cupunagara, Kecamatan Cisalak, KabupatenSubang. Potensi yang ada di masyarakar Desa Cupunagara adalah
penghasil biji kopi. Desa Cupunagara memiliki perkebunan kopi seluas 300
hektar. Untuk perkebunan kopi Arabika seluas 100 hektar, sedangkan sisanya kopi
Robusta.
Namun lahan yang baru menghasilkan kopi sekitar Arabika
kisaran 15 hektar, sisanya belum bisa dituai karena baru ditanam. Tak heran
jika desa ini menghasilkan kopi yang diberi nama Kopi Canggah.
Penanaman biji kopi Arabika yang baru tiga tahun, sehingga
baru menghasilkan 30-40 ton kopi dalam bentuk chery. Setelah diolah
menghasilkan green bean sekitar 10 ton.
Kopi Canggah ini dikelola oleh BUMDes Mukti Raharja milik
Desa Cupunagara. BUMDes Mukti Rajarha terbentuk karena ada kucuran dana desa
dari pemerintah.
Kepala BUMDes Mukti Raharja, Risma Wahyuni Hidayat (23),
mengaku sebelum BUMDes mendapatkan kucuran dana, harus membuat proposal usaha,
seperti bisnis yang nantinya diajukan ke desa. Perincian tersebut meliputi keperluan dua unit usaha,
yakni mengelola biji kopi serta pengolahan air bersih. Sehingga, BUMDes
mendapatkan kucuran dana dari dana desa sebesar Rp 50 juta untuk dua unit usaha
tersebut.
Satu dari para petani kopi, Mbah Tjutju mengaku sebelum
adanya BUMDes, petani kopi menjual biji kopi pergelondongan pada pengepul
dengan harga kisaran Rp 5000 per kilogramnya. Itupun dibayarnya tidak secara
langsung.
Jajang Saripudin sebagai petani kopi juga mengaku para
petani harus menunggu dua hari hingga satu minggu untuk menunggu uang dari hasi
penjualannya dari pengepul. Bahkan terkadang tidak dibayar.
Harga jual yang murah tersebut dikarenakan pemetikan kopi
yang kurang tepat oleh para petani kopi, seharusnya yang dipetik biji kopi yang
matang, namun karena ketidaktahuannya, biji kopi yang belum matang pun dipetik.
Tak hanya itu, petani kopi juga tidak memilah terlebih
dahulu mana biji kopi yang baik mana yang tidak, sehingga pengepul
menghargainya dengan harga yang rendah.
![]() |
Mbah Tjutju seorang petani kopi Desa Cupunagara, hendak memetik kopi |
Namun setelah adanya BUMDes, biji kopi
dijual ke BUMDes dengan harga kisaran Rp 7000 hingga Rp 9000. BUMDes juga
memberikan edukasi dan penyuluhan cara pengolahan kopi pada petani kopi bersama
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Subang. Biji kopi yang ditampung di BUMDes kemudian diolah
menjadi kopi dalam kemasan, dan memiliki brand Kopi Canggah
khas Desa Cupunagara. Kopi Canggah ini dijual ke kafe-kafe yang ada
di KotaSubang, Bandung, Purwakarta, dan sekitarnya,
dengan harga Rp 90.000 per kilogram dalam bentuk green bean. Selain itu, Mbah Tjutju mengaku semenjak adanya BUMDes
tidak susah untuk mengangkut, serta tidak susah cari pasar penjualan, karena
BUMDes lah yang melakukan hal tersebut.
Kepala BUMDes Mukti Raharja, Risma
Wahyuni Hidayat mengaku, semenjak adanya BUMDes, masyarakat mulai membuka usaha
penanaman biji kopi. Awalnya mereka bekerja serabutan, kini mereka menjadi
petani hingga pengolahan biji kopi. Tak
hanya itu, keuntungan BUMDes selain menambah lapangan kerja, dapat menambah PAD
(Pendapatan Asli Daerah) sekitar 5% untuk dana sosial.
Pemilik Coffee Shop Blackhood di Subang,
Angga Maulana (23), mengaku selalu membeli Kopi Canggah untuk kebutuhan di
kedainya. Perbulannya Angga dapat membeli 25 kilogram dalam bentuk green bean,
serta 15 kilogram dalam bentuk roast bean. Angga mengaku kedai kopinya ramai memesan Kopi Canggah.
Hal tersebut dikarenakan Kopi Canggah memiliki keunikan. (tribunjabar)