Serba Serbi - Konsep
Umbrella Sister Festival yang dikembangkan Festival Payung Indonesia 2019,
berbuah pujian. Event ini mendapatkan penghargaan dari Lembaga Prestasi
Indonesia Dunia (Leprid). Tepatnya Rekor Umbrella Sister Festival pertama di
dunia.
Festival Payung Indonesia 2019 menjadi sister festival dengan Bo Sang
Umbrella Festival di Thailand. Rekor Umbrella Sister Festival berada di urutan
523. Kriteria rekornya, pertama. Penghargaan juga diberikan kepada 3 institusi,
Jumat (6/9).
Mereka adalah Mataya Arts and Heritage (inisiator), Chiang Mai
Province Cultural Office Thailand (pemrakarsa), hingga Tonpao Municipality
Chiang Mai (penyelenggara). Deputi Bidang
Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani Menjelaskan, Festival
Payung Indonesia 2019 resmi digulirkan Jumat (6/9). Lokasinya di Lapangan
Garuda Mandala, Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Festival ke-6 ini
ditopang dengan 100 pertunjukan dari para kreator payung. Ada 100 volunteer
dari 62 kota/kabupaten se-Indonesia.
Direktur Program Festival Payung Indonesia
2019 Heru Mataya mengatakan, beragam budaya bersatu di Prambanan. Beragam
budaya telah bersatu di Candi Prambanan melalui Festival Payung Indonesia ke-6
ini. Semua merayakan payung tradisi nusantara tersebut dengan beragam ekspresi.
Konten musik, tari, fashion, dan beragam karya kreatif lain menjadi satu
kesatuan. Event ini berkembang sebagai Sepayung Asia dan media komunikasi
budaya antar bangsa, kata Heru. Festival Payung Indonesia 2019 pun diikuti 6
negara. Terdiri dari Thailand, Jepang, Iran, dan India, Hongaria dan Amerika
Serikat (AS).
Kadisporapar Jateng Sinung N Rachmadi mengungkapkan, misi
diplomasi budaya dimiliki Festival Payung Indonesia 2019. Festival Payung
Indonesia 2019 itu sangat keren. Di sini berhimpun payung tradisi dan beragam
karya kreatif unggulan. Dari Candi Prambanan ada misi diplomasi budaya payung
dari Indonesia bagi dunia. Event ini semakin mempererat persahabatan lintas
bangsa, ungkap Sinung. Lebih lanjut, Festival Payung Indonesia 2019 mampu
merestorasi spirit budaya Indonesia yang terkubur sekitar 1.200 tahun. Sebab,
Indonesia sebelumnya memiliki format festival dalam penyelenggaraan Dang Hyang
Dasa Desa pada tahun 792 Masehi.
Di situ ada gotong royong yang jadi turunan
nilai Pancasila. Format gotong royong dan kemandirian pun identik dengan
Festival Payung Indonesia ke-6 tersebut. Apalagi, Festival Payung Indonesia
2019 juga mengeksplorasi elemen artistik dari bambu secara total. Ada konsep
Venu Vana yang mengacu filosofi hutan bambu. Dan, bambu identik dengan
masyarakat. Ketua Tim Pelaksana Calendar of Event Kemenpar Esthy Reko Astuty
menjelaskan, Festival Payung Indonesia 2019 kembali membangkitkan nilai dan
tradisi adiluhung leluhur. Misi yang dikembangkan Festival Payung Indonesia
sangat mulia.
Festival ini berhasil membangkitkan kembali beragam nilai dan
tradisi adilihung masa silam. Warisan leluhur tersebut berhasil direstorasi
dengan sangat baik. Mengembangkan visinya, konsep tersebut bahkan ditularkan ke
mancanegara, Opening ceremony Festival Payung Indonesia 2019 diawali dengan
Arak-Arakan Payung Nusantara. Mengambil rute di area Candi Prambanan, parade
menampilkan kesenian khas Soreng Magelang.
Sangat unik, Soreng jadi gambaran
karakter prajurit yang tegas dan berani dengan tokoh sentral Haryo Penangsang.
Disajikan pula musik Dhol yang menjadi ikon destinasi Bengkulu. Parade juga
mendisplay beragam payung tradisi. Ada keunikan khas Trucuk, Klaten, dengan
Bregada Songsong Seta Hanggakoro hingga Dewan Kerajinan Nasional Wonogiri.
Bergabung juga komunitas Payung Rajut, Payung Juwiring, dan Red BatikSolo. Universitas
Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta memamerkan konsep Tarian Payung.
Kami
memberikan apresiasi kepada Festival Payung Indonesia 2019. Ada banyak nilai
positif yang bisa dialirkan di sana. Semuanya tentu sangat menginspirasi. Lebih
riil lagi, aktivitas festival tersebut telah memberikan impact positif bagi
industri pariwisata di sana, tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang
menjadi Menpar Terbaik ASEAN. [Merdeka.com /paw]