LELAKI paruh baya tampak mahir menorehkan
pahat solder. Kacamata melekat di wajahnya. Dialah Entus, seorang seniman
pembuat kerajinan seni solder yang masih bertahan hingga saat ini.
Ia salahsatu
perajin yang masih bertahan dari gempuran permainan anak yang makin modern.
Pamor kerajinan tangan pun makin memudar. Padahal pada tahun 1990-an di Kampung
Saradan, Desa Sukamulya, Kecamatan Pagaden pernah berjaya menjadi kampung
pengrajin seni solder yang tenar.
Kala itu, puluhan warga di sekitar Situ
Saradan menggantungkan hidupnya dengan menjadi seniman pembuat kerajinan
solderan kualitas ekspor. Hampir 80 persen warga Kampung Saradan berprofesi
menjadi seniman kerajinan solder. Tidak hanya lelaki, wanita pun ikut terlibat.
Bagaimana cara Entus bertahan?
“Pada tahun 2003 saya mulai inisiatif mengikuti
acara pameran kesenian daerah serta bersosialisasi. Tidak hanya itu, dalam
pemasarannya pun hingga mancanegara seperti ke Republik Rakyat Cina, Malaysia,
dan Singapore,” ujar Entus.
Dalam proses pembuatannya Entus hanya membutuhkan
waktu sektiar lima jam untuk menghasilkan satu buah kerajinan seni solder. Ia
mahir membuat beragam miniatur sisingaan, miniatur binatang, golok, asbak dan
lainnya. Pembeli bisa membawa desain di rumah sesuka hati untuk dibuatkan
miniature dari bahan kayu.
Harganya pun bervariasi, mulai dari harga Rp10 ribu
hingga Rp400 ribu. Tergantung tingkat kesulitan pembuatannya. Seiring
perkembangannya ekonomi, warga Saradan satu persatu mulai beralih profesi.
Makin terasa setelah diterjang krisis ekonomi negara pada tahun 1998. Akhirnya
aktivitas produksi kerajinan masyarakat Saradan gulung tikar.
Sejak saat itu
kejayaan Kampung Saradan mulai meredup. Satu persatu mulai meninggalkan dunia
kerajinan dan mencari sumber penghidupan yang lain. Hanya Entus yang masih
bertahan hingga saat ini. Menurut Entus, redupnya produksi kerajinan karena
kurangnya sosialisasi, kondisi ekonomi serta tidak adanya pemasaran yang
meluas.
Sehinga pengrajin pun beralih ke pekerjaan yang lain, seperti bertani,
berdagang, kuli bangunan dan lainnya. Entus memiliki banyak harapan terhadap
kaum millenial serta pemerintah Kabupaten Subang. Ia berharap anak muda bisa
lebih mencintai produk lokal serta bisa menjaga dan melestarikan kerajinan dan
budaya-budaya yang ada.
Entus juga berharap ada bantuan serta dorongan dari
pemerintah kepada para pengrajin yang ada di Kampung Saradan.
( Dhina
Khoerunnisa - Kontributor
Mahasiswa Fikom Universitas Subang/pe)